Senin, 26 Desember 2011

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)


PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Pengertian PBL
Model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran yang menyajikan masalah otentik dan bermakna serta dicari pemecahannya melalui suatu penyelidikan yang menggunakan lima tahap pembelajaran, yaitu (1) orientasi masalah, (2) mengorganisasi siswa belajar, (3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Pembelajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan (Dhofir, 2009). Pembelajaran berbasis masalah merupakan pendekatan pembelajaran yang efektif  untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi, pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya, pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Holil, 2008).

  
1.        Pentingnya Pembelajaran Berbasis Masalah
Dalam model pembelajaran berbasis masalah, siswa dihadapkan pada
situasi pemecahan masalah. Model pengembangan pembelajaran berbasis masalah dalam pendidikan seperti berikut Groh (1996) dalam Holil (2008).
a.         Siswa belajar dalam kelompok kecil kooperatif
Penggunaan kelompok kerja kooperatif membantu mengembangkan karakteristik esensial yang dibutuhkan untuk sukses setelah siswa tamat belajar seperti berkominikasi secara verbal (berupa keterampilan untuk menyebutkan kembali informasi dengan ungkapan siswa sendiri), berkomunikasi secara tertulis dan keterampilan membangun tim kerja.
b.        Kontekstual
Siswa menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk belajar tentang keterampilan pemecahan masalah dalam konteks penggunaan masalah dunia nyata. Siswa akan mempertahankan pengetahuannya dan menerapkannya dengan tepat bila konsep – konsep yang mereka pelajari berkaitan dengan penerapannya. Dengan demikian siswa akan menyadari makna dari pengetahuan yang mereka pelajari.
c.         Belajar untuk belajar
Siswa mengidentifikasi informasi yang diperlukan, menatanya ke dalam kerangka konseptual yang bermakna serta mengkomunikasikan informasi yang di dapatkan kepada orang lain.
d.        Doing Science
Menyediakan cara yang efektif untuk mengubah pembelajaran sains abstrak ke konkrit. Dengan memperkenalkan masalah – masalah yang relevan pada awal pembelajaran, guru dapat menarik perhatian dan minat siswa dan memberikan kesempatan pada mereka untuk belajar melalui pengalaman.

2.        Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik sebagai berikut (Nurhadi. 2004).
a.         Pengajuan pertanyaan atau masalah
Dimulai dengan pengajuan pertanyaan atau masalah. Model pembelajaran berbasis masalah berpusat pada pertanyaan atau masalah yang secara pribadi bermakna bagi siswa. siswa mengajukan situasi kehidupan nyata autentik untuk menghindari jawaban sederhana dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi.
b.        Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu
Berpusat pada mata pelajaran tertentu. Masalah yang dipilih benar – benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah dari banyak mata pelajaran.
c.         Penyelidikan autentik
Menghendaki siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Siswa harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen dan merumuskan kesimpulan
d.        Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya
Menuntut siswa menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata yang menjelaskan atau mewakili penyelesaian masalah yang ditemukan. Karya nyata dapat berupa transkrip debat, laporan, model fisik, video atau program komputer yang disajikan dalam diskusi kelas.
e.         Kerjasama dalam kelompok
Dicirikan oleh siswa yang bekerjasama satu sama lain secara berpasangan atau dalam kelompok kecil bekerjasama memberikan motivasi untuk terlibat dalam tugas – tugas kompleks, memperbanyak peluang berbagi inkuiri dan dialog serta mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.

3.        Prinsip-Prinsip Pembelajaran Berbasis Masalah
Beberapa prinsip yang berkaitan dengan model pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut.
a.         Belajar adalah proses konstruktif dan bukan penerimaan
Pakar konstruktivisme meyakini bahwa siswa harus mengkonstruksi makna untuk dirinya sendiri. Hal ini kan membuat belajar yang terjadi adalah sesuatu yang dihubungkan dengan pengetahuan, pengalaman atau konseptualisasi yang telah ada pada diri individu. Sesuatu yang dipelajari siswa bukanlah tiruan dari yang diamati di sekitarnya, tetapi hasil dari pemikiran dan pemrosesan mereka sendiri (Handayanto, 2003).
b.        Faktor – faktor kontekstual dan sosial mempengaruhi pembelajaran
Tentang penggunaan pengetahuan. Jika tujuan pembelajaran adalah mengajarkan siswa untuk menggunakan pengetahuan dalam memecahkan masalah dunia nyata Gruber (1993) dalam Supat (2003) menyarankan bahwa pembelajaran harus diletakkan dalam konteks situasi pemecahan masalah kompleks dan bermakna serta belajar harus berlangsung dalam situasi kerjasama.
            Faktor sosial juga mempengaruhi belajar individu. Dalam model pembelajaran berbasis masalah, siswa bekerjasama satu sama lain (berpasangan atau dalam kelompok kecil) sehingga dapat memberikan motivasi untuk terlibat dalam tugas-tugas, berbagi inkuiri, dialog dan mengembangkan keterampilan sosial serta keterampilan berpikir (Nurhadi, 2004). Dalam kelompok kecil, siswa akan membangkitkan metode pemecahan masalah dan pengetahuan konseptual merekan. Mereka menyatukan ide-ide dan membagi tanggung jawab dalam menyelasaikan situasi masalah.
 
4.        Landasan Teori Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran berbasis masalah dapat ditelusuri menjadi tiga aliran pemikiran pendidikan yaitu Dewey dan kelas demokratis, konstruktivisme Piaget dan Vygotsky, serta belajar penemuan Bruner (Ibrahim dan Nur, 2004).
a.         Dewey dan pembelajaran demokratis
Dewey menyampaikan pandangan bahwa sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan laboratorium untuk memecahkan masalah kehidupan nyata. Ilmu mendidik Dewey menganjurkan guru untuk mendorong siswa terlibat dalam proyek atau tugas berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki masalah – masalah intelektual dan sosial.
b.        Konstruktivisme Piaget dan Vygotsky
Piaget berpendapat bahwa berdasarkan pandangan konstruktivis kognitif, pengetahuan adalah konstruksi dari kegiatan atau tindakan seseorang. Pengetahuan tumbuh dan berkembang pada saat siswa menghadapi pengalaman baru. Pengalaman baru tersebut akan memaksa siswa untuk membangun dan memodifikasi pengetahuan awal yang dimiliki. Setiap pengetahuan mengandalkan suatu interaksi dengan pengalaman. Tanpa interaksi dengan obyek, siswa tidak dapat menkonstruksi pengetahuannya (Dahar, 1988).
Seperti halnya Piaget, Vygotsky percaya bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru yang menantang. Pengalaman tersebut akan membuat siswa berusaha untuk memecahkan masalah, sehingga merangsang keterampilan berpikir (Ibrahim dan Nur, 2004). Untuk memperoleh pemahaman, individu mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang dimiliki.
Piaget berpendapat bahwa tahap-tahap perkembangan intelektual individu dilalui tanpa memandang latar konteks sosial dan budaya individu. Sementara itu, Vygotsky memberi tempat lebih pada jenjang sosial pembelajaran. Ia percaya bahwa interaksi sosial dengan orang lain mendorong terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual pembelajaran. Implikasi dari pandangan Vygotsky dalam pendidikan adalah bahwa pembelajaran terjadi melalui interaksi sosial dengan guru dan teman sejawat (Ibrahim dan Nur, 2004)
c.         Bruner dan belajar penemuan
Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manuasia sehingga memberikan hasil yang lebih baik. Berusaha sendiri untuk pemecahan masalah dan pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (Dahar, 1988). Pelibatan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran dapat menyebabkan perubahan ide maupun pemahaman hingga tindakan siswa. perubahan ini semakin berarti jika berasal dari proses diri sendiri dan sesuai dengan caranya sendiri, karena pada dasarnya kegiatan pembelajaran merupakan proses yang kompleks (Wartono, 2003)
Menurut Bruner, belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan keterampilan berpikir secara bebas ,melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah (Dahar, 1988).

5.        Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah
Terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai dari guru memberikan siswa suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa, secara singkat kelima tahapan pembelajaran berbasis masalah adalah seperti tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Tahapan
Tingkah laku guru
Tahap 1 : Orientasi siswa pada masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran
Menjelaskan peralatan yang dibutuhkan
Memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
Tahap 2 : Mengorganisasi siswa belajar
Membantu siswa untuk mendefinisikan
Mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
Tahap 3 : Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Tahap 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Tahap 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
(Sumber : Wartono, 2005)

            Pembelajaran berbasis masalah memusatkan pada masalah kehidupan yang bermakna bagi siswa. pembelajaran berbasis masalah dipandang sebagai proses dimana siswa menemukan kombinasi aturan yang telah dipelajarinya untuk memecahkan masalah baru. Pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai dengan memperkenalkan siswa pada situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. kelima tahapan pembelajaran berbasis masalah, disajiakan pada Tabel 2.1.
            Langkah-langkah model pembelajaran Berbasis Masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a.         Mengorientasikan siswa pada masalah
Guru menyajikan masalah secara hati-hati dengan prosedur yang jelas, situasi masalah baru disampaikan semenarik mungkin, biasanya memberikan kesempatan siswa untuk melihat, merasakan dan menyentuh sesuatu sehingga dapat memunculkan keterkaitan dan memotivasi inkuiri. Sajian masalah tersebut diharapkan dapat menggugah minat siswa dan menimbulkan keinginan untuk memecahkan masalah tersebut.
b.        Mengorientasikan siswa belajar
Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok, bagaimana kelompok terbentuk tergantung tujuan yang ditetapkan guru untuk masalah tertentu. Setelah siswa diorientasikan kepada situasi masalah dan telah membentuk kelompok, maka tugas pertama bagi kelompok adalah mengajukan hipotesis dari permasalahan yang terjadi. Dalam tahap ini guru membantu siswa dalam merencanakan dan mengatur waktu untuk melakukan penyelidikan, diskusi serta mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
c.         Membimbing penyelidikan individual dan kelompok.
Penyelidikan yang dilakukan secara mandiri atau kelompok banyak melibatkan pengumpulan data, melakukan percobaan, pengajuan hipotesis, menjelaskan dan memberikan pemecahan masalah. Selama tahap penyelidikan, guru menyediakan bantuan yang dibutuhkan tanpa menunggu dan mengingatkan tugas-tugas yang harus mereka selesaikan. Bantuan guru dapat berupa memberikan bimbingan apabila siswa menemukan kesulitan, menyediakan bahan ajar, dan menyediakan alat dan bahan percobaan.
d.        Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Pada tahap ini, guru membantu siswa dalam manyiapkan karya yang sesuai, seperti poster, video, laporan dan model. Setelah pengembangan hasil karya selesai, guru memberikan kesempatan masing-masing kelompok untuk menyajikan hasil karya yang digarapkan dapat mewakili penyelesaian dan penjelasan dari masalah yang sedang dipelajari.
e.         Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Tahap ini dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri serta keterampilan penyelidikan dan keterampilan intelektual yang mereka gunakan. Selama tahap ini, guru meminta siswa untuk melakukan rekonstruksi pemikiran dan aktivitas mereka selama tahap-tahap pelajaran yang telah dilewatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar