PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Pengertian PBL
Model pembelajaran
berbasis masalah adalah model
pembelajaran yang menyajikan masalah otentik dan bermakna serta dicari
pemecahannya melalui suatu penyelidikan yang menggunakan lima tahap
pembelajaran, yaitu (1) orientasi masalah, (2) mengorganisasi siswa belajar,
(3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, (4) mengembangkan dan
menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah.
Pembelajaran
berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang
otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk
melakukan penyelidikan (Dhofir, 2009). Pembelajaran berbasis masalah merupakan
pendekatan pembelajaran yang efektif
untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi, pembelajaran ini
membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan
menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya,
pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks
(Holil, 2008).
1.
Pentingnya
Pembelajaran Berbasis Masalah
Dalam model
pembelajaran berbasis masalah, siswa dihadapkan pada
situasi pemecahan masalah. Model pengembangan
pembelajaran berbasis masalah dalam pendidikan seperti berikut Groh (1996)
dalam Holil (2008).
a.
Siswa belajar dalam kelompok kecil kooperatif
Penggunaan
kelompok kerja kooperatif membantu mengembangkan karakteristik esensial yang
dibutuhkan untuk sukses setelah siswa tamat belajar seperti berkominikasi
secara verbal (berupa keterampilan untuk menyebutkan kembali informasi dengan
ungkapan siswa sendiri), berkomunikasi secara tertulis dan keterampilan
membangun tim kerja.
b.
Kontekstual
Siswa menggunakan
pengetahuan yang dimiliki untuk belajar tentang keterampilan pemecahan masalah
dalam konteks penggunaan masalah dunia nyata. Siswa akan mempertahankan
pengetahuannya dan menerapkannya dengan tepat bila konsep – konsep yang mereka
pelajari berkaitan dengan penerapannya. Dengan demikian siswa akan menyadari
makna dari pengetahuan yang mereka pelajari.
c.
Belajar untuk belajar
Siswa
mengidentifikasi informasi yang diperlukan, menatanya ke dalam kerangka
konseptual yang bermakna serta mengkomunikasikan informasi yang di dapatkan
kepada orang lain.
d.
Doing
Science
Menyediakan cara
yang efektif untuk mengubah pembelajaran sains abstrak ke konkrit. Dengan
memperkenalkan masalah – masalah yang relevan pada awal pembelajaran, guru
dapat menarik perhatian dan minat siswa dan memberikan kesempatan pada mereka
untuk belajar melalui pengalaman.
2.
Karakteristik
Pembelajaran Berbasis Masalah
Model
pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik sebagai berikut (Nurhadi.
2004).
a.
Pengajuan pertanyaan atau masalah
Dimulai dengan
pengajuan pertanyaan atau masalah. Model pembelajaran berbasis masalah berpusat
pada pertanyaan atau masalah yang secara pribadi bermakna bagi siswa. siswa
mengajukan situasi kehidupan nyata autentik untuk menghindari jawaban sederhana
dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi.
b.
Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu
Berpusat pada mata
pelajaran tertentu. Masalah yang dipilih benar – benar nyata agar dalam
pemecahannya, siswa meninjau masalah dari banyak mata pelajaran.
c.
Penyelidikan autentik
Menghendaki siswa
melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap
masalah nyata. Siswa harus menganalisis dan mendefinisikan masalah,
mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis
informasi, melakukan eksperimen dan merumuskan kesimpulan
d.
Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya
Menuntut siswa
menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata yang menjelaskan atau
mewakili penyelesaian masalah yang ditemukan. Karya nyata dapat berupa transkrip
debat, laporan, model fisik, video atau program komputer yang disajikan dalam
diskusi kelas.
e.
Kerjasama dalam kelompok
Dicirikan oleh
siswa yang bekerjasama satu sama lain secara berpasangan atau dalam kelompok
kecil bekerjasama memberikan motivasi untuk terlibat dalam tugas – tugas
kompleks, memperbanyak peluang berbagi inkuiri dan dialog serta mengembangkan
keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.
3.
Prinsip-Prinsip
Pembelajaran Berbasis Masalah
Beberapa prinsip
yang berkaitan dengan model pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai
berikut.
a.
Belajar adalah proses konstruktif dan bukan
penerimaan
Pakar
konstruktivisme meyakini bahwa siswa harus mengkonstruksi makna untuk dirinya
sendiri. Hal ini kan membuat belajar yang terjadi adalah sesuatu yang
dihubungkan dengan pengetahuan, pengalaman atau konseptualisasi yang telah ada
pada diri individu. Sesuatu yang dipelajari siswa bukanlah tiruan dari yang
diamati di sekitarnya, tetapi hasil dari pemikiran dan pemrosesan mereka
sendiri (Handayanto, 2003).
b.
Faktor – faktor kontekstual dan sosial
mempengaruhi pembelajaran
Tentang penggunaan
pengetahuan. Jika tujuan pembelajaran adalah mengajarkan siswa untuk
menggunakan pengetahuan dalam memecahkan masalah dunia nyata Gruber (1993)
dalam Supat (2003) menyarankan bahwa pembelajaran harus diletakkan dalam
konteks situasi pemecahan masalah kompleks dan bermakna serta belajar harus
berlangsung dalam situasi kerjasama.
Faktor
sosial juga mempengaruhi belajar individu. Dalam model pembelajaran berbasis
masalah, siswa bekerjasama satu sama lain (berpasangan atau dalam kelompok
kecil) sehingga dapat memberikan motivasi untuk terlibat dalam tugas-tugas,
berbagi inkuiri, dialog dan mengembangkan keterampilan sosial serta
keterampilan berpikir (Nurhadi, 2004). Dalam kelompok kecil, siswa akan
membangkitkan metode pemecahan masalah dan pengetahuan konseptual merekan.
Mereka menyatukan ide-ide dan membagi tanggung jawab dalam menyelasaikan
situasi masalah.
4.
Landasan
Teori Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran
berbasis masalah dapat ditelusuri menjadi tiga aliran pemikiran pendidikan
yaitu Dewey dan kelas demokratis, konstruktivisme Piaget dan Vygotsky, serta
belajar penemuan Bruner (Ibrahim dan Nur, 2004).
a.
Dewey dan pembelajaran demokratis
Dewey menyampaikan
pandangan bahwa sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan
kelas merupakan laboratorium untuk memecahkan masalah kehidupan nyata. Ilmu
mendidik Dewey menganjurkan guru untuk mendorong siswa terlibat dalam proyek
atau tugas berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki masalah –
masalah intelektual dan sosial.
b.
Konstruktivisme Piaget dan Vygotsky
Piaget berpendapat
bahwa berdasarkan pandangan konstruktivis kognitif, pengetahuan adalah
konstruksi dari kegiatan atau tindakan seseorang. Pengetahuan tumbuh dan
berkembang pada saat siswa menghadapi pengalaman baru. Pengalaman baru tersebut
akan memaksa siswa untuk membangun dan memodifikasi pengetahuan awal yang
dimiliki. Setiap pengetahuan mengandalkan suatu interaksi dengan pengalaman.
Tanpa interaksi dengan obyek, siswa tidak dapat menkonstruksi pengetahuannya
(Dahar, 1988).
Seperti halnya
Piaget, Vygotsky percaya bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat
individu berhadapan dengan pengalaman baru yang menantang. Pengalaman tersebut
akan membuat siswa berusaha untuk memecahkan masalah, sehingga merangsang
keterampilan berpikir (Ibrahim dan Nur, 2004). Untuk memperoleh pemahaman,
individu mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang dimiliki.
Piaget berpendapat
bahwa tahap-tahap perkembangan intelektual individu dilalui tanpa memandang
latar konteks sosial dan budaya individu. Sementara itu, Vygotsky memberi
tempat lebih pada jenjang sosial pembelajaran. Ia percaya bahwa interaksi
sosial dengan orang lain mendorong terbentuknya ide baru dan memperkaya
perkembangan intelektual pembelajaran. Implikasi dari pandangan Vygotsky dalam
pendidikan adalah bahwa pembelajaran terjadi melalui interaksi sosial dengan
guru dan teman sejawat (Ibrahim dan Nur, 2004)
c.
Bruner dan belajar penemuan
Bruner menganggap
bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh
manuasia sehingga memberikan hasil yang lebih baik. Berusaha sendiri untuk
pemecahan masalah dan pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan
yang benar-benar bermakna (Dahar, 1988). Pelibatan siswa secara aktif dalam
kegiatan pembelajaran dapat menyebabkan perubahan ide maupun pemahaman hingga
tindakan siswa. perubahan ini semakin berarti jika berasal dari proses diri
sendiri dan sesuai dengan caranya sendiri, karena pada dasarnya kegiatan
pembelajaran merupakan proses yang kompleks (Wartono, 2003)
Menurut Bruner,
belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang
diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama dan mempunyai efek transfer
yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan keterampilan
berpikir secara bebas ,melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk
menemukan dan memecahkan masalah (Dahar, 1988).
5.
Tahapan
Pembelajaran Berbasis Masalah
Terdiri dari lima
tahapan utama yang dimulai dari guru memberikan siswa suatu situasi masalah dan
diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa, secara singkat kelima
tahapan pembelajaran berbasis masalah adalah seperti tabel 2.1 berikut ini.
Tabel
2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Tahapan
|
Tingkah
laku guru
|
Tahap 1 : Orientasi siswa pada
masalah
|
Menjelaskan tujuan pembelajaran
Menjelaskan peralatan yang
dibutuhkan
Memotivasi siswa untuk terlibat
dalam pemecahan masalah yang dipilih.
|
Tahap 2 : Mengorganisasi siswa
belajar
|
Membantu siswa untuk mendefinisikan
Mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah tersebut
|
Tahap 3 : Membimbing penyelidikan
individual maupun kelompok
|
Mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan
dan pemecahan masalah.
|
Tahap 4 : Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya.
|
Membantu siswa dalam merencanakan
dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video dan model serta
membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
|
Tahap 5 : Menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah
|
Guru membantu siswa untuk melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka
gunakan.
|
(Sumber : Wartono, 2005)
Pembelajaran
berbasis masalah memusatkan pada masalah kehidupan yang bermakna bagi siswa.
pembelajaran berbasis masalah dipandang sebagai proses dimana siswa menemukan
kombinasi aturan yang telah dipelajarinya untuk memecahkan masalah baru.
Pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai
dengan memperkenalkan siswa pada situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian
dan analisis hasil kerja siswa. kelima tahapan pembelajaran berbasis masalah,
disajiakan pada Tabel 2.1.
Langkah-langkah
model pembelajaran Berbasis Masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
a.
Mengorientasikan siswa pada masalah
Guru menyajikan
masalah secara hati-hati dengan prosedur yang jelas, situasi masalah baru
disampaikan semenarik mungkin, biasanya memberikan kesempatan siswa untuk
melihat, merasakan dan menyentuh sesuatu sehingga dapat memunculkan keterkaitan
dan memotivasi inkuiri. Sajian masalah tersebut diharapkan dapat menggugah
minat siswa dan menimbulkan keinginan untuk memecahkan masalah tersebut.
b.
Mengorientasikan siswa belajar
Guru membagi siswa
dalam kelompok-kelompok, bagaimana kelompok terbentuk tergantung tujuan yang
ditetapkan guru untuk masalah tertentu. Setelah siswa diorientasikan kepada
situasi masalah dan telah membentuk kelompok, maka tugas pertama bagi kelompok
adalah mengajukan hipotesis dari permasalahan yang terjadi. Dalam tahap ini
guru membantu siswa dalam merencanakan dan mengatur waktu untuk melakukan
penyelidikan, diskusi serta mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
c.
Membimbing penyelidikan individual dan kelompok.
Penyelidikan yang
dilakukan secara mandiri atau kelompok banyak melibatkan pengumpulan data,
melakukan percobaan, pengajuan hipotesis, menjelaskan dan memberikan pemecahan
masalah. Selama tahap penyelidikan, guru menyediakan bantuan yang dibutuhkan
tanpa menunggu dan mengingatkan tugas-tugas yang harus mereka selesaikan.
Bantuan guru dapat berupa memberikan bimbingan apabila siswa menemukan
kesulitan, menyediakan bahan ajar, dan menyediakan alat dan bahan percobaan.
d.
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Pada tahap ini,
guru membantu siswa dalam manyiapkan karya yang sesuai, seperti poster, video,
laporan dan model. Setelah pengembangan hasil karya selesai, guru memberikan
kesempatan masing-masing kelompok untuk menyajikan hasil karya yang digarapkan
dapat mewakili penyelesaian dan penjelasan dari masalah yang sedang dipelajari.
e.
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah.
Tahap ini
dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir
mereka sendiri serta keterampilan penyelidikan dan keterampilan intelektual
yang mereka gunakan. Selama tahap ini, guru meminta siswa untuk melakukan
rekonstruksi pemikiran dan aktivitas mereka selama tahap-tahap pelajaran yang
telah dilewatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar