Team's Games Tournaments
Teori
Pembelajaran merupakan proses
interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa agar siswa mendapatkan
pengalaman belajar dari kegiatan tersebut. Dalam proses pembelajaran, pemilihan
suatu metode sangat menentukan kualitas pembelajaran. Variasi metode dapat
ditunjukkan jika guru menerapkan berbagai model pembelajaran untuk menyampaikan
materi, karena di dalam model pembelajaran terdapat beberapa metode yang dapat
diterapkan sehingga melibatkan siswa aktif. Salah satu pendekatan pembelajaran
yang melibatkan siswa aktif adalah pembelajaran yang bersifat konstruktivis.
Dalam pembelajaran konstruktivis ada beberapa model yang dapat diterapkan,
salah satunya adalah model pembelajaran TGT (Teams Games Tournament).
Pembelajaran Kooperatif Model Teams Game Tournament adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang didalamnya terdapat unsur permainan akademik atau turnamen mingguan untuk mengganti tes individu. Sehingga siswa tidak merasakan bosan karena ada unsur turnamen. Dalam model pembelajaran ini pengelompokan siswa berdasarkan prinsip heterogenitas baik dari segi kemampuan akademik, jenis kelamin, maupun ras. Teams Games-Tournaments (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards. Dalam TGT, para siswa dikelompokkan dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang yang heterogen. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran (Slavi, 2008). Secara umum, pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki prosedur belajar yang terdiri atas siklus regular dari aktivitas pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran Kooperatif Model Teams Game Tournament adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang didalamnya terdapat unsur permainan akademik atau turnamen mingguan untuk mengganti tes individu. Sehingga siswa tidak merasakan bosan karena ada unsur turnamen. Dalam model pembelajaran ini pengelompokan siswa berdasarkan prinsip heterogenitas baik dari segi kemampuan akademik, jenis kelamin, maupun ras. Teams Games-Tournaments (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards. Dalam TGT, para siswa dikelompokkan dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang yang heterogen. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran (Slavi, 2008). Secara umum, pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki prosedur belajar yang terdiri atas siklus regular dari aktivitas pembelajaran kooperatif.
Menurut Slavin pembelajaran kooperatif
tipe TGT terdiri dari 5 langkah tahapan yaitu : tahap penyajian kelas (class
precentation), belajar dalam kelompok (teams), permainan (geams),
pertandingan (tournament), dan perhargaan kelompok (team
recognition). Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Slavin, maka model
pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki ciri – ciri sebagai berikut.
a) Siswa
Bekerja Dalam Kelompok – Kelompok Kecil
Siswa ditempatkan dalam kelompok –
kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang yang memiliki kemampuan,
jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas
anggota kelompok, diharapkan dapat memotifasi siswa untuk saling membantu antar
siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam
menguasai materi pelajaran. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran
pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif sangat menyenangkan.
b) Games Tournament
Dalam permainan ini setiap siswa yang
bersaing merupakan wakil dari kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya,
masing – masing ditempatkan dalam meja – meja turnamen. Tiap meja turnamen
ditempati 5 sampai 6 orang peserta, dan diusahakan agar tidak ada peserta yang
berasal dari kelompok yang sama. Dalam setiap meja turnamen diusahakan setiap
peserta homogen. Permainan ini diawali dengan memberitahukan aturan permainan.
Setelah itu permainan dimulai dengan membagikan kartu – kartu soal untuk
bermain (kartu soal dan kunci ditaruh terbalik di atas meja sehingga soal
dan kunci tidak terbaca). Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan
aturan sebagai berikut. Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu
pembaca soal dan pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang
menang undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan
kepada pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor
undian yang diambil oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri
oleh pemain dan penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal.
Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka pemain akan membacakan hasil
pekerjaannya yang akan ditangapi oleh penantang searah jarum jam. Setelah itu
pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor hanya diberikan kepada pemain
yang menjawab benar atau penantang yang pertama kali memberikan jawaban benar.
Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja. Permainan dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan, dimana posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain, dan penantang. Disini permainan dapat dilakukan berkali – kali dengan syarat bahwa setiap peserta harus mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemain, penantang, dan pembaca soal.
Dalam permainan ini pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal dan membuka kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan jawaban pada peserta lain. Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain dalam satu meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan berapa poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan. Selanjutnya setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan. Selanjutnya setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh kepada ketua kelompok. Ketua kelompok memasukkan poin yang diperoleh anggota kelompoknya pada tabel yang telah disediakan, kemudian menentukan kriteria penghargaan yang diterima oleh kelompoknya.
Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja. Permainan dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan, dimana posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain, dan penantang. Disini permainan dapat dilakukan berkali – kali dengan syarat bahwa setiap peserta harus mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemain, penantang, dan pembaca soal.
Dalam permainan ini pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal dan membuka kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan jawaban pada peserta lain. Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain dalam satu meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan berapa poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan. Selanjutnya setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan. Selanjutnya setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh kepada ketua kelompok. Ketua kelompok memasukkan poin yang diperoleh anggota kelompoknya pada tabel yang telah disediakan, kemudian menentukan kriteria penghargaan yang diterima oleh kelompoknya.
c)
Penghargaan Kelompok
Langkah pertama sebelum memberikan
penghargaan kelompok adalah menghitung rerata skor kelompok. Untuk memilih
rerata skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan skor yang diperoleh
oleh masing – masing anggota kelompok dibagi dengan dibagi dengan banyaknya
anggota kelompok. Pemberian penghargaan didasarkan atas rata – rata poin yang
didapat oleh kelompok tersebut. Dimana penentuan poin yang diperoleh oleh
masing – masing anggota kelompok didasarkan pada jumlah kartu yang diperoleh
oleh seperti ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Perhitungan Poin Permainan Untuk Empat Pemain
Pemain dengan
|
Poin Bila Jumlah Kartu Yang Diperoleh
|
Top Scorer
|
40
|
High Middle Scorer
|
30
|
Low Middle Scorer
|
20
|
Low Scorer
|
10
|
Tabel 2.2 Perhitungan Poin Permainan Untuk Tiga Pemain
Pemain dengan
|
Poin Bila Jumlah Kartu Yang Diperoleh
|
Top scorer
|
60
|
Middle scorer
|
40
|
Low scorer
|
20
|
(Sumber : Slavin, 1995:90)
Dengan keterangan sebagai berikut:
Top Scorer (skor tertinggi), High Middle scorer ( skor tinggi ), Low Middle
Scorer ( skor rendah ), Low Scorer ( skor terendah), ( skor sedang )
Dengan keterangan sebagai berikut:
Top Scorer (skor tertinggi), High Middle scorer ( skor tinggi ), Low Middle
Scorer ( skor rendah ), Low Scorer ( skor terendah), ( skor sedang )
Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ada beberapa tahapan
yang perlu ditempuh, yaitu :
(1) Mengajar (teach)
Mempersentasekan atau menyajikan materi, menyampaikan tujuan, tugas, atau kegiatan yang harus dilakukan siswa, dan memberikan motivasi.
Mempersentasekan atau menyajikan materi, menyampaikan tujuan, tugas, atau kegiatan yang harus dilakukan siswa, dan memberikan motivasi.
(2) Belajar Kelompok (team study)
Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri atas 5 sampai 6 orang dengan kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras / suku yang berbeda. Setelah guru menginformasikan materi, dan tujuan pembelajaran, kelompok berdiskusi dengen menggunakan LKS. Dalam kelompok terjadi diskusi untuk memecahkan masalah bersama, saling memberikan jawaban dan mengoreksi jika ada anggota kelompok yang salah dalam menjawab.
Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri atas 5 sampai 6 orang dengan kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras / suku yang berbeda. Setelah guru menginformasikan materi, dan tujuan pembelajaran, kelompok berdiskusi dengen menggunakan LKS. Dalam kelompok terjadi diskusi untuk memecahkan masalah bersama, saling memberikan jawaban dan mengoreksi jika ada anggota kelompok yang salah dalam menjawab.
(3) Permainan (game tournament)
Permainan diikuti oleh anggota kelompok dari masing – masing kelompok yang berbeda. Tujuan dari permainan ini adalah untuk mengetahui apakah semua anggota kelompok telah menguasai materi, dimana pertanyaan – pertanyaan yang diberikan berhubungan dengan materi yang telah didiskusikan dalam kegiatan kelompok.
Permainan diikuti oleh anggota kelompok dari masing – masing kelompok yang berbeda. Tujuan dari permainan ini adalah untuk mengetahui apakah semua anggota kelompok telah menguasai materi, dimana pertanyaan – pertanyaan yang diberikan berhubungan dengan materi yang telah didiskusikan dalam kegiatan kelompok.
(4) Penghargaan kelompok (team recognition)
Pemberian penghargaan (rewards) berdasarkan pada rerata poin yang diperoleh oleh kelompok dari permainan. Lembar penghargaan dicetak dalam kertas HVS, dimana penghargaan ini akan diberikan kepada tim yang memenuhi kategori rerata poin sebagai berikut.
Pemberian penghargaan (rewards) berdasarkan pada rerata poin yang diperoleh oleh kelompok dari permainan. Lembar penghargaan dicetak dalam kertas HVS, dimana penghargaan ini akan diberikan kepada tim yang memenuhi kategori rerata poin sebagai berikut.
Tabel 2.3 Kriteria Pengahrgaan Kelompok
Kriteria (Rerata Kelompok)
|
Predikat
|
30 sampai 39
|
Tim Kurang baik
|
40 sampai44
|
Tim Baik
|
45 sampai 49
|
Tik Baik Sekali
|
50 ke atas
|
Tim Istimewa
|
Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran
TGT
Riset
tentang pengaruh pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran telah banyak
dilakukan oleh pakar pembelajaran maupun oleh para guru di sekolah. Dari
tinjuan psikologis, terdapat dasar teoritis yang kuat untuk memprediksi bahwa
metode-metode pembelajaran kooperatif yang menggunakan tujuan kelompok dan
tanggung jawab individual akan meningkatkan pencapaian prestasi siswa. Dua
teori utama yang mendukung pembelajaran kooperatif adalah teori motivasi dan
teori kognitif.
Menurut
Slavin (2008), perspektif motivasional pada pembelajaran kooperatif terutama
memfokuskan pada penghargaan atau struktur tujuan di mana para siswa bekerja.
Deutsch (1949) dalam Slavin (2008) mengidentifikasikan tiga struktur
tujuan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:
- kooperatif, di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu memberi konstribusi pada pencapaian tujuan anggota yang lain.
- kompetitif, di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu menghalangi pencapaian tujuan anggota lainnya.
- individualistik, di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu tidak memiliki konsenkuensi apa pun bagi pencapaian tujuan anggota lainnya.
Dari
pespektif motivasional, struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi
di mana satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi mereka
adalah jika kelompok mereka sukses. Oleh karena itu, mereka harus membantu
teman satu timnya untuk melakukan apa pun agar kelompok berhasil dan mendorong
anggota satu timnya untuk melakukan usaha maksimal.
Sedangkan
dari perspektif teori kognitif, Slavin (2008) mengemukakan bahwa pembelajaran
kooperatif menekankan pada pengaruh dari kerja sama terhadap pencapaian tujuan
pembelajaran. Asumsi dasar dari teori pembangunan kognitif adalah bahwa
interaksi di antara para siswa berkaitan dengan tugas-tugas yang sesuai
mengingkatkan penguasaan mereka terhadap konsep kritik. Pengelompokan siswa
yang heterogen mendorong interaksi yang kritis dan saling mendukung bagi
pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan atau kognitif. Penelitian psikologi
kognitif menemukan bahwa jika informasi ingin dipertahankan di dalam memori dan
berhubungan dengan informasi yang sudah ada di dalam memori, orang yang belajar
harus terlibat dalam semacam pengaturan kembali kognitif, atau elaborasi dari
materi. Salah satu cara elaborasi yang paling efektif adalah menjelaskan
materinya kepada orang lain.
Namun
demikian, tidak ada satupun model pembelajaran yang cocok untuk semua materi,
situasi dan anak. Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik yang menjadi
penekanan dalam proses implementasinya dan sangat mendukung ketercapaian tujuan
pembelajaran. Secara psikologis, lingkungan belajar yang diciptakan guru dapat
direspon beragama oleh siswa sesuai dengan modalitas mereka. Dalam hal ini,
pembelajaran kooperatif dengan teknik TGT, memiliki keunggulan dan kelemahan
dalam implementasinya terutama dalam hal pencapaian hasil belajar dan efek
psikologis bagi siswa.
Slavin (2008), melaporkan beberapa
laporan hasil riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap
pencapaian belajar siswa yang secara inplisit mengemukakan keunggulan dan
kelemahan pembelajaran TGT, sebagai berikut:
- Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan TGT memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari kelompok rasial mereka dari pada siswa yang ada dalam kelas tradisional.
- Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung dari kinerja dan bukannya pada keberuntungan.
- TGT meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak untuk rasa harga diri akademik mereka.
- TGT meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja sama verbal dan nonberbal, kompetisi yang lebih sedikit)
- Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan waktu yang lebih banyak.
- TGT meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada remaja-remaja dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima skors atau perlakuan lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar